Subscribe

Maafkan Saya Pak Guru...

Tadi sore jalan-jalan ke toko buku dan kebetulan ketemu sama guru SMP saya, ternyata tidak banyak perubahan pada beliau, hanya saat ini rambutnya sudah dipenuhi oleh uban. Saya sangat menghormatinya seperti saya menghormati orang tua saya, bukan dengan beliau saja..., dengan guru-guru semasa saya masih duduk di bangku sekolah saya juga menghormatinya. Tapi tidak tahu kenapa, kok tiba-tiba saya jadi iba ketika melihat beliau, seolah-olah beliau mempunyai masalah atau mungkin ada sesuatu hal yang mengganggu fikirannya. Dengan sopan dan ramah saya sapa beliau, "apa kabar pak...? masih ingat saya kan...?". Dengan spontan beliau menjawab, "gimana saya bisa lupa sama kamu, kamu kan anak badung di kelas III6 kan, yang pindahan dari jakarta itu...??". Kemudian saya terdiam ketika beliau mengucapkan hal itu. Ternyata beliau tidak pernah lupa dengan saya..., meskipun saya diingat dengan cap 'anak badung'.
Saya langsung teringat pengalaman memalukan terhadap diri saya dengan beliau. Ketika itu karena saya baru pindah ke padang yang sebelumnya berdomisili di Jakarta, jadi saya belum mengerti bahasa sini (Padang). Kejadian ini kalau saya ingat kembali memang sangat menggelitik dan memalukan. Langsung aja deh ceritanya...
Jadi waktu itu saya ingin melunasi biaya pembelian buku yang belum lunas, kemudian saya temui beliau dan saya bilang, "Berapa kurang uang buku saya pak?". "Tiga Ribu Lima Ratus", beliau menjawab". Kemudian dengan PD-nya saya pun menjawab dengan menggunakan bahasa Padang yang seharusnya tidak saya ucapkan, "ok pak..., aden bayia lah kini...!". Aduh..., tanpa saya sadari dan mengerti, tiba-tiba teman saya yang berada di samping saya menepuk punggung saya. Saya tidak mengerti apa maksud teman saya itu menepuk punggung saya. Setelah saya membayar uang buku, saya langsung spontan mempertanyakan perlakuan teman saya itu. Kemudian teman saya memberitahukan, bahwa ternyata itu adalah bahasa yang tidak sewajarnya saya ucapkan dengan guru atau kepada orang yang lebih tua usianya dari kita. Karena jika di artikan ke dalam bahasa indonesianya, "ok pak..., gue bayar deh sekarang...!".
Kejadian itu tidak pernah terlupakan oleh saya, sampai ketika pertemuan tadi sore pun saya langsung terfikirkan kejadian tersebut. Sebelumnya saya tidak berniat sengaja mengucapkan kalimat itu, namun saya berkata itu hanya atas dasar karena ingin bisa berkomunikasi dengan bahasa Padang. Jika hal itu masih juga teringat oleh beliau..., dengan merendahkan hati dan ketulusan saya mohon maaf atas kesalahan saya... (namanya juga pendatang baru pak...).

Saya sangat menghargai dan berterima kasih kepada para guru-guru yang telah memberikan ilmunya hingga saya menjadi seperti saat ini dan menulis blog ini. Satu lagi harapan saya, semoga pemerintah lebih peduli dan konsisten yang katanya 'akan memperhatikan nasib para guru di Indonesia'. Karena kita harus sadar dan melihat ke belakang, bahwa tanpa guru kita bukanlah apa-apa. Para guru memberikan ilmunya demi berlangsungnya generasi baru yang akan memperjuangkan dan mempertahankan negara kita ini. Namun, bagaimana guru-guru bisa bekerja dengan tulus ikhlas dan maksimal jika yang ada dalam fikirannya "bagaimana nasib anak saya ya...?" atau "nanti makan pakai apa ya..?".

4 comments:

Maryulis Max said...

he3x... kadang kalau tidak hati2, berbahasa minang bisa bikin "talonsong". karena ada kato malereang, kato mandaki, kato manurun, dan kato mandata.

Btw, pak gurunya mgkn mengerti, kalo Andy emang pendatang baru di Padang ketika itu. Krn kalau tidak, pastilah dia sudah mengamuk habis :)

Unknown said...

mungkin hampir sama di setiap bahasa daerah ada yang disebut "unggah ungguh" dalam bahasa Jawa, atau tingkatan bahasa untuk menghormati yang lebih tua, hati-hati aja ya lain kali...

Rizki Eka Putra said...

TAMPA GURU KITA NGGAK ADA APA2NYA

sachroel said...

stuju......
pahlawan tanpa tanda jasa kan ya?